HIV/AIDS
Tanpa Pertambahan Infeksi dan Tanpa Diskriminasi,
Bukanlah
Sebuah Mimpi
“HIV? Buat apa? Kita kan keluarga
baik-baik!”
Begitulah sebuah penggalan iklan
layanan masyarakat yang belum lama ini dirilis. HIV/AIDS merupakan singkatan
dari dua hal yang berkaitan. Human
Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus golongan lentivirus yang dapat
menyebabkan penyakit kepada manusia. Orang yang terkena infeksi HIV belum tentu
menimbulkan gejala. Seringkali dalam hitungan tahun barulah muncul gejala dari
infeksi HIV tersebut. Pada tahap lanjut, infeksi ini dapat berkembang dan
menimbulkan kondisi yang disebut Acquired
Immundeficiency Virus (AIDS). AIDS membuka gerbang besar bagi infeksi
oportunistik oleh bakteri, virus, parasit, bahkan jamur.
Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia hingga September
2014, mayoritas kasus AIDS terjadi pada golongan usia 20-29 tahun dengan angka
18.352 orang. Sedangkan untuk pembagian menurut jenis kelamin, lebih dari
setengah penderitanya adalah laki-laki. Berdasarkan pembagian wilayah, DKI
Jakarta menduduki peringkat teratas angka kumulatif HIV/AIDS dengan 40.259
orang. Jawa Timur menyusul setelahnya dengan 28.225 orang, Papua 26.235 orang,
dan Jawa Barat 17.698 orang.
Permasalahan dalam
HIV/AIDS
Permasalahan yang paling pertama
muncul tentunya adalah masalah kesehatan. Kondisi dengan tingkat imun yang
rendah menyebabkan seseorang rentan terkena penyakit. Infeksi-infeksi, bahkan
yang umumnya tidak berbahaya, dapat menyerang orang dengan AIDS dan menyebabkan
respon yang fatal. Hal ini tentunya terjadi karena tubuh tidak memiliki
pertahanan terhadap infeksi yang masuk.
Dari segi ekonomi, seseorang yang
terkena AIDS tingkat lanjut dapat kehilangan produktivitas. Kehilangan
produktivitas dapat menyebabkan gangguan finansial bagi keluarga atau orang
yang ditanggung. Gangguan finansial ini dapat berujung kepada kriminalitas yang
dapat menyebabkan masalah sosial, yang akan kita bahas lebih lanjut.
Dari segi sosial, mungkin di sinilah
letak sebagian besar masalah. Masalah pertama adalah penyebab penyakit itu
sendiri. Perilaku berganti pasangan seksual adalah salah satunya.Tentunya kebiasaan tersebut dapat menyebabkan keretakan
dalam keluarga. Hasilnya, anak menjadi korban dari ketidakharmonisan keluarga.
Dalam jangka panjang, anak yang dibesarkan dalam keluarga yang bermasalah dapat
tumbuh menjadi orang yang memiliki gangguan emosional.
Salah satu penularan HIV juga
melalui penggunaan jarum yang bergantian. Perilaku ini didorong oleh berbagai
faktor, antara lain pergaulan, krisis kepercayaan diri, tingkat stress yang
tinggi, krisis kepribadian dan lain-lain. Faktor risiko tersebut adalah faktor
risiko yang melekat dalam sosok pemuda, menjadikannya begitu rentan tertular
HIV. Penderita HIV/AIDS juga hingga saat ini masih mendapat pengucilan dari
masyarakat. Banyak masyarakat yang takut untuk berada dekat dengan penderita
HIV/AIDS. Berbicara saja rasanya segan, apalagi jika ada kontak fisik.
Penderita HIV/AIDS seringkali mendapat pengucilan berupa pemecatan, larangan
mengikuti kegiatan umum, dan sebagainya. Padahal, banyak sekali penderita HIV
yang dapat memiliki kehidupan normal layaknya orang sehat dan berkeluarga.
Idealisme dan potensi pemuda
Sebagai seorang mahasiswa
kedokteran, saya merasakan betapa besar potensi yang dimiliki seorang
mahasiswa. Seorang mahasiswa pada umumnya memiliki pandangan yang sangat ideal
terhadap tatanan kemasyarakatan. Sayangnya, seiring berjalannya waktu, seringkali
idealismenya terkikis oleh realita dunia kerja. Karena itu, alangkah baiknya
langkah yang dilakukan organisasi pemuda maupun pemerintah adalah bagaimana
cara agar idealisme yang dimiliki pemuda dapat tertanam untuk waktu yang lama.
Dalam pandangan saya, pemuda adalah
mereka yang berani memiliki mimpi dan punya semangat untuk meraihnya. Di negara
maju, banyak orang yang berusia lanjut tetapi masih memiliki jiwa pemuda.
Mereka masih berani bermimpi dan punya semangat untuk mencapai mimpi tersebut.
Semangat besar yang dimiliki pemuda membuat mereka yang berpikiran positif
cocok untuk menggerakkan hati dan pikiran banyak orang. Sayangnya, belum banyak
gerakan dalam skala besar yang dilakukan oleh pemuda. Memang sudah ada
program-program yang dilakukan oleh beberapa organisasi mahasiswa, tapi jarang
yang memberikan efek jangka panjang. Gerakan-gerakan sosial yang berhubungan
dengan kegiatan HIV/AIDS secara signifikan sejauh ini lebih banyak dilakukan
oleh organisasi sosial atau pemerintah.
Kita perlu mengambil contoh dari
luar agar bisa melangkah ke depan. Mari kita tengok Joint United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS) yang
menggerakkan 12 organisasi pemuda global dan regional yang bekerja dalam bidang
kesehatan reproduksi serta 16 komunitas pemuda yang terbentuk dalam UNAIDS Youth Advisory Forum. Dengan
prinsip think global but act local, forum
ini bertujuan untuk menentukan arah yang jelas bagi para pemuda untuk bergerak
bersama dalam membasmi HIV/AIDS. Fokus mereka sebagai pemuda terpelajar adalah
advokasi kepada pemerintah dengan mengajukan sebuah kerangka strategis (framework) melalui advokasi. Prinsip
yang layak kita anut bersama juga dalam pemberantasan HIV adalah prinsip zero new HIV infections, zero discrimination
and zeri AIDS-related deaths.Suatu visi yang layak diperjuangkan.
Peran keluarga
Keluarga memiliki peranan penting
dalam penanggulangan HIV/AIDS di masyarakat. Kita dapat melihat dari 4
pendekatan kesehatan.
Dari sisi preventif dan promotif,
keluarga merupakan garis terdepan pertahanan terhadap HIV/AIDS. Perilaku seks
bebas dan penggunaan narkoba dapat dicegah dengan memberikan pendidikan dini
kepada anak, serta melakukan pengawasan yang diperlukan. Keluarga yang tidak
harmonis dapat menjadi sumber gangguan perilaku pada anak dan remaja. Penularan
HIV/AIDS pada bayi juga dapat dicegah dengan melakukan deteksini pada ibu
hamil. Jawa Barat adalah salah satu provinsi yang mewajibkan deteksi HIV pada
ibu hamil. Deteksi ini bertujuan agar penularan secara maternal dapat dihindari
sehingga bayi lahir bebas HIV. Keluarga juga menjadi sarana pendidikan
kehidupan yang sangat penting bagi anak dan remaja. Orangtua memiliki kewajiban
mendidik anaknya agar tidak salah dalam pergaulan dan kemasyarakatan.
Dari segi kuratif, belum banyak
jurnal yang memberikan data pasti mengenai terapi untuk kesembuhan total dari
HIV/AIDS. Untuk infeksi HIV, penggunaan jangka panjang dari highly active antiretroviral therapy (HAART)
terbukti dapat menghambat perkembangan HIV, terutama jika dimulai dini. Untuk
AIDS, Timothy Ray Brown, adalah salah satu atau mungkin satu-satunya orang yang
sembuh total dari AIDS. Brown berhasil sembuh dengan melakukan bone marrow transplant dari seseorang
dengan gen bawaan yang resisten terhadap HIV.
Dari segi rehabilitatif, keluarga
memiliki peran vital. Mulai dari hal yang paling dasar yaitu dukungan. Dukungan
keluarga bisa jadi menjadi motivasi paling utama bagi seorang penderita
HIV/AIDS untuk tetap hidup. Dukungan finansial juga menjadi penyokong yang
penting dalam kelangsungan hidup penderita HIV/AIDS.
HIV/AIDS dalam masyarakat
Satu hal yang paling penting adalah,
penderita HIV/AIDS adalah manusia. Manusia memiliki hak hidup dan potensi yang
masih dapat diberikan, sekalipun dia dalam kondisi sakit sekalipun.
Andrew Pulsipher adalah salah
satunya. Mengetahui dirinya HIV sejak berusia 8 tahun, Andrew kini sudah
memiliki istri dan 3 orang anak yang semuanya HIV negatif. Andrew adalah bukti
bahwa penderita HIV memiliki potensi dan hak kehidupan yang sama dengan manusia
normal, hanya saja dengan usaha yang lebih. Andrew harus menjalani terapi
antiretroviral (ARV) secara rutin untuk mensupresi penyebaran virus di
tubuhnya. Tetapi dengan semua perjuangan itu, Andrew dapat menjalankan kehidupan
sehari-hari, bekerja, memiliki keluarga, dan beraktivitas sebagaimana biasanya.
Andrew bahkan kini sudah berani untuk membuka diri terhadap penyakitnya, dengan
alasan dia ingin mengajak masyarakat untuk lebih paham mengenai HIV/AIDS.
Lain ceritanya dengan LJ, di usia 7
tahun dia sudah harus dipanggil oleh Sang Pencipta dalam kondisi
memprihatinkan. Kedua orangtua LJ sudah meninggal pada tahun 2012, sehingga LJ
dirawat seorang diri oleh kakaknya, VC (24). VC, LJ sudah beberapa kali diusir
warga dari tempat tinggal mereka saat diketahui bahwa LJ terkena HIV. Oleh
anak-anak dan tetangga juga, mereka dikucilkan dan sering diolok-olok.
Untungnya masih ada rumah sakit yang menerima saat LJ jatuh sakit. Pegawai rumah
sakit tersebut bahkan mengumpulkan uang agar LJ dapat tetap makan. Tetapi
akhirnya LJ tidak tertolong dan meninggal dalam usia dini.
Pelajaran di atas menunjukkan kita
betapa besar peran masyarakat dalam penanganan masalah HIV/AIDS. Keluarga
adalah lini pertama dalam penanganan, mulai dari tempat berteduh, dukungan
finansial, dan yang paling penting dukungan emosional. Keluarga bagi sebagian
besar orang adalah alasan utama untuk
tetap bertahan hidup. Lebih jauh, pemuda memiliki peran dan potensi besar
dalam penanganan HIV/AIDS. Dimulai dengan menjaga diri sendiri agar tidak
tertular, juga menjadi inspirasi positif bagi pemuda lainnya. Ilmu agama yang
kuat perlu dimiliki oleh seorang pemuda sebagai pondasi dalam bergaul di
masyarakat. Pondasi yang kuat akan mempertahankan kegigihan pemuda dalam
menahan gelombangan negatif yang datang dari pergaulan bebas di masyarakat.
Pemuda sesungguhnya adalah tonggak
bangsa yang memiliki kekuatan perubahan. Visi zero new HIV infections, zero discrimination and zeri AIDS-related
deaths bukanlah susunan kata tanpa arti di hadapan pemuda. Pemuda memiliki
potensi ledakan perubahan saat mereka
mau bersatu menggandengkan tangan dan berkolaborasi. Seperti yang bapak bangsa
kita, Ir. Soekarno, pernah serukan, “Berikan aku 1000 orangtua, niscaya akan
kucabut semeru dari akarnya. Berikan aku 1 pemuda, niscaya akan kuguncangkan
dunia!”
Hidup pemuda Indonesia!
Referensi
http://www.who.int/hiv/pub/toolkits/en/
http://spiritia.or.id/Stats/StatCurr.pdf
http://www.unaids.org/en/resources/presscentre/featurestories/2013/may/20130523youthpact/
http://regional.kompas.com/read/2015/06/29/08591971/Cerita.Bocah.Penderita.HIV.yang.Dikucilkan.hingga.Akhirnya.Meninggal
http://www.dailymail.co.uk/femail/article-3088003/HIV-positive-father-three-Andrew-Pulsipher-shares-inspirational-image-HIV-negative-wife-children-hopes-changing-way-society-views-illness.html
http://www.who.int/hiv/pub/toolkits/en/
http://spiritia.or.id/Stats/StatCurr.pdf
http://www.unaids.org/en/resources/presscentre/featurestories/2013/may/20130523youthpact/
http://regional.kompas.com/read/2015/06/29/08591971/Cerita.Bocah.Penderita.HIV.yang.Dikucilkan.hingga.Akhirnya.Meninggal
http://www.dailymail.co.uk/femail/article-3088003/HIV-positive-father-three-Andrew-Pulsipher-shares-inspirational-image-HIV-negative-wife-children-hopes-changing-way-society-views-illness.html
No comments:
Post a Comment